Sunday, April 21, 2019

Hajatan dan Berlian #19

(21-4-19) Agenda rutin lima tahunan bangsa indonesia dalam rangka memilih kepala negara dan lembaga kenegaraan lain yaitu dewan. Indonesia telah berulang kali mengadakan pemilihan umum. Menginjak usia 74 tahun, Indonesi sudah melahirkan tujuh putra dan putri bangsa yang duduk di kursi kepala negara. Dimulai dengan Sukarno sebagai presiden pertama kemudian dilanjutkan Suharto,BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati serta Yudhoyono dan Jokowi.

Kemaren tepatnya tanggal 17 April 2019, Indonesia telah tuntas menyelenggarakan hajatan lima tahunan. Seluruh masyarakat Indonesia menyambut dengan suka cita. Sebenarnya pesta sudah dimulai tujuh bulan kebelakang dimulai dari pendaftaran kendaraan peserta hajatan kemudian mengisi formulir lomba. Ratusan bahkan ribuan kepala ikut serta dalam perlombaan ini. Muncul empat nama yang menculik perhatian yaitu Presiden Joko Widodo yang sekarang duduk disinggasana, Kiai Ma'ruf Amin selaku pemegang tonggak Majelis Ulama, Prabowo Subianto seorang mantan denjen kopasus yang namanya melambung karena ambisinya duduk di kursi panas nomor satu Indonesia, dan Sandiaga Uno pengusaha muda yang belum lama terpilih menjadi wakil gubernur DKI Jakarta. Keempatnya menjadi topik hangat selama setengah tahun terakhir.

Pesta berjalan lancar dan dinamis pada awalnya. Semua orang bergantian mengemukaan suaranya. Gema hajatan ini sampai kedalam cangkir kopi di warung tegal. Jual beli gagasan dan ide dipertontonkan. Lama-lama muncul apa yang dinamakan "Dark Campign" atau kampanye gelap. Yaitu jual beli kekurangan nyata lawan. Saling serang terjadi antara masing-masing pendukung. Sejauh ini masih normal atau biasa dalam berdemokrasi.

Hajatan mulai tidak terkendali ketika mulai mendekati akhir. Semua berusaha menjadi seperti Rama dalam kisah ramayana. Menang melawan rahwana kemudian mengambil Sinta dari Rahwana. Tapi cara mereka tidak seheroik Rama melainkan lebih mirip cara jerry mengambil sepotong keji. Segala macam cara dilakukan demi mendapatkan apa yang diinginkan. Saling tuding sampai menyebar berita bohong dilakukan untuk menjatuhkan lawan. Keadaan ini semakin liar setelah perlombaan berakhir. Opini bahwa juri tidak netral di gaungkan oleh pihak yang merasa dirugikan.

Opini juri tidak netral mulai menyebar seperti virus. Gagasan ini bukan didasari olah gorengan isu semata tetapi berdasarkan beberapa fakta yang terlihat dilapangan. Banyak kasus kecurangan yang di sebarkan memalui berbagai media khushnya media sosial. Masyarakat berbondong-bondong mengunggah foto dan video yang memperlihatkan kecurangan di daerahnya. Indikasi bahwa penyelenggara hajatan tidak fair ditunjukkan ketika satu kelompok yang terindikasi melakukan kecurangan cenderung dibiarkan yang kemudian berimbas kerugian pihak yang lain.

Bukan sekedar tumpeng nasi kuning tetapi sebuah cincin berlian. Itulah perumpamaan yang bisa menggambarkan betapa berharganya hadiah dari hajatan ini. Jika nasi tumpeng bisa dibagi sama rata, tidak demikian dengan cincin berlian. Cincin hanya memiliki satu lubang jari kecil dan tidak mungkin dimasuki dua buah jari secara bersamaan. Alasan yang sepadan jika dibandingkan dengan usaha yang dikeluarkan.

Damai bersenandung telah coba dikumandangkan oleh kelompok yang rindu perdamaian. Akan tetapi termometer masih berada di angka tinggi. Pemuka agama, negarawan, dan akademisi turun tangan menjadi pendingin suasana. Tidak cukup teori untuk menyelesaikan ini tetapi dibuthkan ide , tenaga, dan waktu untuk kembali pada titik dimana ini bermula.

Untuk seluruh masyarakat indonesia dimanapun berada, Panggung teater kita sedang dirundung awan hitam dengan suara geluduk yang saling menyambar. Kita hanya bisa menunggu mentari menampakkan diri. Yang harus kita lakukan adalah tetap tenang dan percaya bahwa kala mentari muncul disaat yang sama pelangi akan muncul dengan warna yang indah menghiasi langit.

 ~Yus

No comments:

Post a Comment